Fenomena gangguan mental anak-anak karena materialisme semakin tampak sangat parah di beberapa negara. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 89 persen orang dewasa setuju bahwa anak-anak saat ini semakin menjadi materialistis dibandingkan 15 tahun lalu.
Jangan biarkan anak Anda menjadi materialistis. Karena dengan memenuhi semua keinginan mereka, menjadikan diri Anda sebagai investor kerusakan mental mereka.
Dengan berkembangnya dunia industri dan teknologi, maka semakin banyak manusia di bumi berorientasi pada benda. Semakin banyak orang yang bekerja tidak lagi bertujuan untuk hidup lebih baik di masa datang, tetapi lebih mengejar "apa yang mereka inginkan saat ini". Kecenderungan ini diakui oleh para ahli dengan motivasi seseorang mengumpulkan harta, sehingga perilaku ini menjadi panutan anak-anak mereka.
Harta bukanlah segalanya. Namun sayangnya, karena semua materialisme kehidupan modern itu, anak-anak menjadi rusak mental. Kecintaan mereka kepada anak dibuktikan dengan pemberian barang yang kadang-kadang belum seharusnya mereka miliki; seperti rumah, mobil, perangkat elektronik, bahkan gadget mutakhir. Karena itu tak jarang membuat utang orang tua bertumpuk di sana-sini hanya untuk memenuhi keinginan mereka. Padahal, cinta tidak selalu ditampilkan dalam bentuk seperti itu!.
Temuan ini didasarkan pada survei yang melibatkan 1.225 responden dewasa di Inggris. Dari temuan jajak pendapat ini, sebagian besar orang dewasa Inggris percaya bahwa anak-anak generasi sekarang lebih materialistis daripada sebelumnya. Polling ini termasuk bertanya tentang berbagai tuntutan anak-anak kepada orang tua mereka.
Lembaga masyarakat anak di sana mengatakan bahwa orang dewasa sangat berperan sehingga tumbuhnya pemasaran tingkat tinggi terhadap produk komersial pada anak-anak. Padahal, sebenarnya anak-anak harus dibiarkan tumbuh dan berkembang bebas dari berbagai macam teknik pemasaran produk industri. Memang kita tidak bisa menyalahkan anak-anak. Mereka adalah sebagai objek penerima hingga budaya materialistik tercipta pada mereka. Inilah yang ditangkap oleh dunia industri, dimana pangsa pasar anak-anak di Inggris diperkirakan mencapai sebesar 30 miliar pound.
Memang tidak mungkin untuk menyembunyikan anak-anak dari dunia nyata saat ini. Masuknya informasi teknologi yang beragam memang dapat diperoleh bebas oleh anak-anak. Namun, bukan berarti mereka tidak dapat dilindungi dari itu.
Untuk membendung itu -menurut saya, semua orang dewasa dari semua komponen harus bersama-sama bertanggung jawab bahwa anak jangan dieksploitasi untuk cinta materi. Orang tua harus lebih tegas menolak semua permintaan konyol anak-anaknya terhadap suatu item dengan harga yang sangat tinggi.
Anak-anak harus didorong dan diberi pemahaman bahwa harga diri mereka lebih penting dari sekedar barang-barang yang mereka miliki. Karena, seringkali anak-anak menginginkan sesuatu karena mereka melihat iklan di TV, atau melihat teman-temannya sudah memilikinya.
Orang tua yang tidak memahami ini, maka sama saja menjual gaya hidup pada anak-anak mereka untuk menghasilkan budaya materialisme, persaingan dan membuat mereka menjadi sangat individualis, dan nantinya menjadi serakah ketika memasuki kehidupan pergaulan di saat mereka dewasa.
Intinya tekanan produk komersial terhadap anak-anak memberikan efek merusak bagi mental mereka. Profesor psikologi anak dari Institut Kesehatan Anak di London, Philip Graham menyatakan, salah satu faktor utama penyebab munculnya masalah mental pada anak-anak dan remaja adalah gengsi yang berlebihan. Baik gengsi anak-anak itu sendiri, maupun gengsi orang tuanya. Fenomena baru saat ini, banyak orang tua yang tidak sudi disaingi oleh anak orang lain...
Tapi tanpa disadari, hal inilah yang menyebabkan hidup menjadi tidak sehat. Sudah terbukti di beberapa kawasan, seperti Asia, Inggris dan Amerika Serikat, dimana akibat tekanan produk komersial menyebabkan meningkatnya jumlah masalah kesehatan mental pada anak. Hasil survei di Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa hampir 90 persen responden berpikir bahwa iklan saat Natal menekan orangtua menghabiskan uang lebih dari kemampuan mereka yang sebenarnya hanya untuk sekedar memenuhi keinginan anak. Sebanyak 63 persen responden wanita dalam survei ini lebih cenderung berpikir bahwa media merupakan penyebab utama munculnya budaya materialisme pada anak-anak. Sementara itu, hanya 56 persen responden pria yang setuju dengan pernyataan itu. [ed]
Jangan biarkan anak Anda menjadi materialistis. Karena dengan memenuhi semua keinginan mereka, menjadikan diri Anda sebagai investor kerusakan mental mereka.
Dengan berkembangnya dunia industri dan teknologi, maka semakin banyak manusia di bumi berorientasi pada benda. Semakin banyak orang yang bekerja tidak lagi bertujuan untuk hidup lebih baik di masa datang, tetapi lebih mengejar "apa yang mereka inginkan saat ini". Kecenderungan ini diakui oleh para ahli dengan motivasi seseorang mengumpulkan harta, sehingga perilaku ini menjadi panutan anak-anak mereka.
Harta bukanlah segalanya. Namun sayangnya, karena semua materialisme kehidupan modern itu, anak-anak menjadi rusak mental. Kecintaan mereka kepada anak dibuktikan dengan pemberian barang yang kadang-kadang belum seharusnya mereka miliki; seperti rumah, mobil, perangkat elektronik, bahkan gadget mutakhir. Karena itu tak jarang membuat utang orang tua bertumpuk di sana-sini hanya untuk memenuhi keinginan mereka. Padahal, cinta tidak selalu ditampilkan dalam bentuk seperti itu!.
Temuan ini didasarkan pada survei yang melibatkan 1.225 responden dewasa di Inggris. Dari temuan jajak pendapat ini, sebagian besar orang dewasa Inggris percaya bahwa anak-anak generasi sekarang lebih materialistis daripada sebelumnya. Polling ini termasuk bertanya tentang berbagai tuntutan anak-anak kepada orang tua mereka.
Lembaga masyarakat anak di sana mengatakan bahwa orang dewasa sangat berperan sehingga tumbuhnya pemasaran tingkat tinggi terhadap produk komersial pada anak-anak. Padahal, sebenarnya anak-anak harus dibiarkan tumbuh dan berkembang bebas dari berbagai macam teknik pemasaran produk industri. Memang kita tidak bisa menyalahkan anak-anak. Mereka adalah sebagai objek penerima hingga budaya materialistik tercipta pada mereka. Inilah yang ditangkap oleh dunia industri, dimana pangsa pasar anak-anak di Inggris diperkirakan mencapai sebesar 30 miliar pound.
Memang tidak mungkin untuk menyembunyikan anak-anak dari dunia nyata saat ini. Masuknya informasi teknologi yang beragam memang dapat diperoleh bebas oleh anak-anak. Namun, bukan berarti mereka tidak dapat dilindungi dari itu.
Untuk membendung itu -menurut saya, semua orang dewasa dari semua komponen harus bersama-sama bertanggung jawab bahwa anak jangan dieksploitasi untuk cinta materi. Orang tua harus lebih tegas menolak semua permintaan konyol anak-anaknya terhadap suatu item dengan harga yang sangat tinggi.
Anak-anak harus didorong dan diberi pemahaman bahwa harga diri mereka lebih penting dari sekedar barang-barang yang mereka miliki. Karena, seringkali anak-anak menginginkan sesuatu karena mereka melihat iklan di TV, atau melihat teman-temannya sudah memilikinya.
Orang tua yang tidak memahami ini, maka sama saja menjual gaya hidup pada anak-anak mereka untuk menghasilkan budaya materialisme, persaingan dan membuat mereka menjadi sangat individualis, dan nantinya menjadi serakah ketika memasuki kehidupan pergaulan di saat mereka dewasa.
Intinya tekanan produk komersial terhadap anak-anak memberikan efek merusak bagi mental mereka. Profesor psikologi anak dari Institut Kesehatan Anak di London, Philip Graham menyatakan, salah satu faktor utama penyebab munculnya masalah mental pada anak-anak dan remaja adalah gengsi yang berlebihan. Baik gengsi anak-anak itu sendiri, maupun gengsi orang tuanya. Fenomena baru saat ini, banyak orang tua yang tidak sudi disaingi oleh anak orang lain...
Tapi tanpa disadari, hal inilah yang menyebabkan hidup menjadi tidak sehat. Sudah terbukti di beberapa kawasan, seperti Asia, Inggris dan Amerika Serikat, dimana akibat tekanan produk komersial menyebabkan meningkatnya jumlah masalah kesehatan mental pada anak. Hasil survei di Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa hampir 90 persen responden berpikir bahwa iklan saat Natal menekan orangtua menghabiskan uang lebih dari kemampuan mereka yang sebenarnya hanya untuk sekedar memenuhi keinginan anak. Sebanyak 63 persen responden wanita dalam survei ini lebih cenderung berpikir bahwa media merupakan penyebab utama munculnya budaya materialisme pada anak-anak. Sementara itu, hanya 56 persen responden pria yang setuju dengan pernyataan itu. [ed]
No comments:
Post a Comment