Hari ini ramai dibicarakan tentang Badai Matahari!. Tiba-tiba saja saya dapat SMS dan incoming broadcast BBM yang isinya "Hati-hati akan ada badai matahari yang akan melanda bumi. Siap-siap berlindung. Ini akhir dari peradaban manusia!". Wuiihhh,,,berita bombastis nih, pikir saya. Matilah kita. Matahari tidak mengirimkan badai saja sudah begitu panasnya, apalagi mengirimkan badai yang akan melanda bumi ?. Saya bayangkan bagaimana badai itu sekali berlalu, tiupannya sudah bisa menghapus dosa..., ehh..kita semua. Gosong!!!
Terus terang saya gusar. Tapi disisi lain saya jadi ingin tahu. Apa sebenarnya Badai Matahari itu. Apa benar bisa sampai melanda bumi. Bukankah begitu jauhnya matahari dari kita?. Sedangkan Tuhan sudah menciptakan berbagai ornamen untuk melindungi kita, sebut saja lapisan ozon, atmosfir, suhu alam angkasa, dan lain sebagainya. Mana mungkin badai matahari menembusnya. Itu yang ada dalam pikiran saya. Betul kah?.
Ini penjelasannya...
“Badai matahari” pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kata semburan matahari. Jika kekuatan semburan matahari atau solar flare ini besar, maka akan disebut sebagai badai matahari (solar storm). Semburan matahari adalah saat dimana ada “titik cerah” atau “ledakan energi” di atas permukaan matahari. Para ahli menyatakan bahwa titik cerah ini ditafsirkan sebagai pelepasan energi yang sangat besar (hingga 6×1025 joule , sekitar 1/6 output total energi matahari per detik). Ledakan ini menyemprotkan awan elektron, ion, dan atom melalui korona ke ruang angkasa. Jika cukup besar, maka awan tersebut akan mencapai bumi dalam satu atau dua hari. Wow!
Solar flare pertama kali diselidiki oleh Richard Christopher Carrington dan independen oleh Richard Hodgson pada tahun 1859. Frekuensi terjadinya badai matahari sangat bervariasi, dari sekali seminggu hingga beberapa kali sehari, mengikuti siklus 11-tahun (siklus matahari). Saat itu, semua komunikasi telegrap mati!
Peristiwa ini dimulai karena adanya media plasma di permukaan matahari ‘terpanggang’ hingga jutaan derajat celcius. Ketika mencapai suhu tertentu, media plasma tersebut akan ‘pecah’ dan meluncurkan berbagai partikelnya (elektron, proton, ion) dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Lontaran energi ini bisa menghasilkan radiasi sinar pada seluruh spektrum elektromagnetik, dari gelombang radio biasa, sinar-x, hingga sinar gamma. Jarang sekali lontaran energi yang berbentuk gelombang ini dapat dilihat dengan mata telanjang. Dibutuhkan berbagai peralatan khusus untuk mengamatinya. Sinar-X dan radiasi UV yang dipancarkan oleh badai matahari ini dapat mencapai ionosfer bumi. Jadi bukan menyentuh bumi seperti yang dibayangkan. Saat memasuki atmosfir bumi itulah maka 'badai' ini akan mengganggu komunikasi radio, radar, internet, dan perangkat lain yang beroperasi dengan menggunakan gelombang dan satelit. Ia tidak menimbulkan ‘badai’ dalam arti yang sesungguhnya (hujan, angin tornado, dan sebagainya).
Berbahaya atau tidaknya badai matahari bagi bumi khususnya manusia sangat tergantung dari kekuatannya, tetapi yang jelas, ia hanya mengakibatkan berbagai kerusakan atau gangguan pada peralatan berbasis frekuensi.
Nah, dari uraian diatas saya mendapat clue. Bahwa, badai matahari itu bukan seperti badai (angin topan) yang selama ini kita bayangkan. Seberapa besar pun kekuatan gelombangnya, maka badai matahari akan tertahan pada lapisan atmosfir bumi.
Bagi manusia, dampak buruk dari badai matahari adalah ketika fenomena alam ini merusak dan mengganggu alat komunikasi manusia berbasis satelit. Coba bayangkan betapa banyaknya peralatan atau satelit komunikasi di angkasa sana. Ketika semua itu terganggu oleh 'semprotan' badai matahari, maka berbagai komunikasi di bumi akan terganggu. Semua komunikasi berbasis satelit seperti televisi, perbankan, komunikasi radio, navigasi dan pengiriman data bisa lumpuh, sehingga bisa membuat dunia bisnis terganggu. Wiih..wihh..wihh,,betapa mengerikannya jika social media jadi hancur?!.
Di zaman modern, badai matahari besar pernah terjadi pada 4 November 2003, kemudian juga terjadi pada tanggal 2 April 2001 (X20), 28 Oktober 2003 (X17.2 & X10), 7 September 2005 (X17), 17 Februari 2011 (X2), 10 Agustus 2011 (X6.9), serta yang terjadi pada awal tahun 2012.
Pada tanggal 1 September 1859, Richard Carrington, astronom matahari kenamaan Inggris yang saat itu baru berusia 33 tahun, sedang berada di observatoriumnya sambil melakukan pengamatan. Seperti biasanya, Carrington mengamati matahari lewat citra proyeksi pada sebuah layar yang dihasilkan oleh teleskopnya. Dengan teliti ia menggambar bintik matahari yang terlihat. Tiba-tiba, di hadapan matanya, ia melihat dua titik cahaya putih menyilaukan yang yang muncul di atas bintik hitam matahari. Titik cahaya itu terlihat semakin intens dan segera berubah bentuk menjadi seperti bentuk ginjal.
“Dengan segera saya berlari untuk memanggil orang lain agar turut menyaksikannya. Ketika saya kembali 60 detik kemudian, saya terkejut karena titik itu telah berubah bentuk.” Pemandangan itu hanya berlangsung selama 5 menit. Namun apa yang diakibatkannya terhadap planet bumi akan selalu dikenang sebagai salah satu peristiwa astronomi paling menakjubkan (atau menakutkan) yang pernah terjadi, yaitu lidah api putih matahari (White solar flare) yang muncul akibat ledakan magnetik matahari. Ledakan ini tidak hanya menghasilkan cahaya yang terlihat oleh mata, namun juga menghasilkan awan partikel super raksasa yang mengeluarkan pusaran magnetik yang dikenal dengan sebutan Coronal Mass Ejection (CME).
Ketika CME itu menghantam bumi, medan magnet yang menyelubungi bumi menjadi terganggu sehingga menciptakan Badai Geomagnetik terbesar yang pernah tercatat di dalam sejarah. Langit di atas bumi segera dipenuhi dengan Aurora berwarna merah, hijau dan ungu. Cahaya-cahaya itu begitu luar biasa sehingga malam yang gelap terlihat terang benderang seperti siang hari. Luar biasanya, aurora itu bahkan bisa terlihat di wilayah-wilayah tropis seperti Kuba, Bahama, Jamaika dan Hawaii.
Terkait:
No comments:
Post a Comment