Indonesia Tsunami Early Warning System - InaTEWS

Pasca gempabumi dan tsunami Aceh 26 Desember 2004, kebutuhan akan sistem peringatan dini tsunami untuk wilayah Indonesia menjadi sesuatu hal yang sangat penting. Secara tektonis wilayah Kepulauan Indonesia berada pada zona pertemuan tiga lempeng tektonik besar dunia yang aktif yang menimbulkan gempabumi-gempabumi di laut. Dimana sekitar 57% panjang pantai Kepulauan Indonesia atau sekitar 30.930 km dari 81.000 km panjang pantai Kepulauan Indonesia, termasuk dalam wilayah berpotensi terkena bahaya tsunami.

Antisipasi gempa dan bahaya tsunami, maka pada November 2008 telah diluncurkan sistem peringatan dini tsunami yang dikenal dengan InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) oleh Presiden RI, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono. InaTEWS dibangun Pemerintah Indonesia dengan melibatkan 18 institusi Pemerintah, dan didukung finansial maupun teknologi dari 5 negara donor, yaitu Jerman, Cina, Jepang, Amerika Serikat dan Perancis.

InaTEWS dibangun untuk melindungi segenap rakyat Indonesia dari ancaman bahaya tsunami yang sering melanda perairan Indonesia. InaTEWS mampu memberikan Peringatan Dini Tsunami dalam waktu 5 menit setelah kejadian gempabumi yang berpotensi membangkitkan tsunami. Secara internasional keberadaan InaTEWS jadi sarana pemerintah Indonesia untuk turut berkontribusi secara aktif di kancah Internasional dalam melindungi masyarakat baik kawasan Samudera India maupun Samudera Pasifik dari ancaman bahaya tsunami.

Sampai saat ini Informasi Peringatan Dini Tsunami di Indonesia masih bertumpu dari hasil pemantauan seismik yang diperoleh dari jaringan seismik InaTEWS yang berpusat di Kantor BMKG Pusat-Jakarta. Informasi dini yang didasarkan pada observasi seismik kemudian dikonfirmasikan dari hasil observasi gelombang laut (menggunakan tsunameter/Dart-bouy dan tide gauges) dan deformasi, monitoring Tide gauge dan GPS oleh Bakosurtanal.

InaTEWS masih tergantung pada jaringan seismic, agar akurasi Tsunami Warning yang dikeluarkan mempunyai tingkat akurasi tinggi harus didukung dengan hasil pengamatan lainnya yakni GPS, buoy, maupun Tide gauges. Saat ini monitoring buoy dilakukan oleh BPPT. InaTEWS dibangun sejak tahun 2005, namun sacara fisik dimulai dari tahun 2006 terdiri atas 160 seismometer broadband dan 500 akselerograf, 40 GPS, 80 tide gauge dan 23 Dart-bouy.

InaTEWS dilengkapi pula dengan Database Model Tsunami Indonesia (Indonesia Data Base of Precalculated Tsunami Model). Database ini diperoleh dari pemodelan tsunami yang diskenariokan terjadi di wilayah Indonesia yang berpotensi tsunami. Pemodelan tsunami dilakukan untuk menentukan tsunami seperti apa yang akan terjadi dengan parameter gempa tertentu. Output dari pemodelan ini adalah waktu tiba dan ketinggian tsunami yang akan terjadi di pantai-pantai yang dianggap memiliki risiko tinggi akan dampak tsunami.

Sebagai sistem peringatan dini, InaTEWS adalah suatu sistem peringatan dini tsunami yang komprehensif, yang di dalamnya telah diterapkan teknologi baru yang dikenal dengan Decision Support System (DSS). DSS adalah sebuah sistem yang mengumpulkan semua informasi dari hasil sistem monitoring gempa, simulasi tsunami, monitoring tsunami dan deformasi kerakbumi setelah gempa terjadi. Kumpulan informasi ini merupakan faktor-faktor pendukung untuk menyiarkan berita peringatan dini tsunami dan evaluasi peringatan dini tsunami. Dari sistem monitoring tersebut, DSS akan mengeluarkan beberapa jenis berita atau peringatan dini yang harus diambil oleh operator pada waktu yang ditentukan melalui GUI (Graphic User Interface).

Untuk mendukung penyebaran informasi real-time dari Pusat Peringatan Dini Tsunami ke masyarakat, maka digunakan beberapa wahana telekomunikasi seperti e-mail, SMS, Fax, Website serta alarm melalui Leased line, VSAT, Internet dll.

INFO GEMPA, klik DISINI.

No comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2015. DIENG TOUR ADN TRAVEL.
Design by Herdiansyah Hamzah. Published by Themes Paper. Distributed By Kaizen TemplatePowered by Blogger.
Creative Commons License